Senin, 29 April 2013


NAMA : EVI OCTAVIANI
KELAS : 2DB14
NPM : 32111535
TUGAS : SOFTSKILL MATERI (KEANEKARAGAMAN BANGSA INDONESIA)
DOSEN : PAK EMILIANSHAH BANOWO





KEANEKARAGAMAN BANGSA INDONESIA








BAB I


PENDAHULUAN

     Perbedaan adalah sesuatu yang alami dan wajar.Pernahkah kalian mengamati tentang           sekeliling kalian?Adakah perbedaan atau persamaan di antara kalian dan teman yang lain?   Dalam satu kelas, mungkin ada anak yang berambut keriting, berkulit putih, cokelat atau hitam.Perbedaan warna kulit atau bentuk fisik jangan dijadikan sumber perpecahan. Indonesia  adalah negara yang kaya akan ragam budaya dan suku bangsa. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku juga memiliki normasosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-normasosial yang berbeda-beda.
















BAB II



PEMBAHASAN

1.      BENTUK KERAGAMAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

            Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari ‘buddhi” (budiatauakal).Kebudayaan diartikan sebagaihal –hal yang berkaitan dengan budi dan akal.Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah, mengerjakantanah, membalik tanah atau diartikanbertani.

            Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap budaya, kapan pun dan dimanapun budaya itu berada.Adapun sifat itua dalah :

A.    Kebudayaanadalahmilikbersama.
B.     Kebudayaanmerupakanhasilbelajar.
C.     Kebudayaandidasarkanpadalambang.
D.    Kebudayaanterintegrasi.
E.     Kebudayaandapatdisesuaikan.
F.      Kebudayaanselaluberubah.
G.    Kebudayaanbersifatnisbi (relatif).

            Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Adapun subtansi atau isi utama budaya adalah :

A.    Sistem pengetahuan, brisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat tinggal, zat-zat bahan mentah danbenda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia sertaruang danwaktu. .
B.     Sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup.
C.     Kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara hubungan dengan mereka yang sudah meninggal.
D.    Persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu permasalahan.
E.     Pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih secara selektif oleh masyarakat. Pandangan hidup dapat berasal dari norma agama (dogma), ideolo gi negara atau renungan atau falsafah hidup individu.
F.      Etos budaya, yaitu watak khas dari suatu budaya yang tampak dari luar.





2.      PERSEBARAN SUKU BANGSA DI INDONESIA:

            Suku bangsa adalah bagian dari suatu bangsa.Suku bangsa mempunyai ciri-ciri mendasar tertentu.Ciri-ciri itu biasanya berkaitan dengan asal-usul dan kebudayaan.

            Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mengenal suatu suku bangsa, yaitu: ciri fisik, bahasa, adaptistiadat, dan kesenian yang sama.

Contoh ciri fisik:

·         Warnakulit,rambut,wajah,dan bentuk badan.

            Ada 2 teori yang menyatakan asal mula nenek moyang bangsa Indonesia, yaitu berasal dari daratan Cina Selatan, suku bangsaYunan danberasal dari Nusantara (dari berasal dari luar tapi berkembang dari Indonesia sendiri)

A.    Penduduk Indonesia berasal dari daratan Cinaselatan, Suku bangsa Yunan.Menurut teori pertama ini Suku bangsaYunan dating ke Indonesia secara bergelombang.

 Ada 2 gelombang terpenting antara lain:

1.      Gelombang pertama terjadi sekitar 3.000 tahun yang lalu. Mereka dikenal sebagai  rumpun bangsa Proto Melayu (MelayuTua), mereka bermukim di daerah pantai. Termasuk dalam Melayu Tua adalah suku bangsa Batak di Sumatra, Dayak di Kalimantan, dan oraja di Sulawesi.
2.      Gelombang kedua terjadi sekitar 2.000 tahun yang lalu, disebut DeuteroMelayu (pendudukMelayuMuda), mereka mendesak Melayu Tuakepedalaman Nusantara. Termasuk bangsa Melayu Muda adalah Suku BangsaJawa, Minang-Kabau, Bali, Makassar, Bugis, dan Sunda.

B.     Menurut teori “Nusantara” penduduk Indonesia tidak berasal dari luar. Teori ini didukung banyak ahli, seperti J. Crawfurd, K. Himly, SutanTakdirAlisjahbana, dan GorysKeraf .

Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia antara lain disebabkan oleh:

1.      Perbedaan RasAsal
2.      Perbedaan Lingkungan Geografis
3.      Perbedaan LatarBelakang Sejarah
4.      Perkembangan Daerah
5.      Perbedaan Agama atau Kepercayaan, dan
6.      Kemampuan Adaptasi atau MenyesuaikanDiri

Cara kita menghormati keragaman suku bangsa antara lain:

a)      Menerima suku-suku bangsa lain dalam pergaulan sehari-hari
b)      Menambah pengetahuan kita tentang suku-suku lain
c)      Tidak menjelek-jelekan, menghina ,dan merendah kan suku-suku bangsa lain.

            Mengapa kita harus menghormati keragaman suku bangsa? Kalau kita tidak menhormati keanekaragaman suku bangsa, tidak akan tercipta kedamaian dalam hidup bersama, serta kita tidak akan menjadi bangsa yang kuat.






BAB III

KESIMPULAN
1. jangan pernah saling membeda-bedakan apapun yang berbeda dari manusia lainnya. Karena kita di ciptakan oleh tuhan itu sama.
2. Hubungan antara suku bangsa dengan ras sangatla herat. Perbedaan ras banyak ditunjukan dengan perbedaan biologis fisik.Misalnya ada anggapan bahwa berkulit hitam pasti berambut keriting, sedangkan berkulit kuning berambut lurus.Faktor rasa ini sampai sekarang tidak dapat diubah dengan teknologi dan tidak dapat disembunyikan.

PENUTUP
Sekian pembahasan dari saya kalo ada yang tidak berkenan mohon maaf ,semoga informasi ini bermanfaat sekian dan terima kasih

DAFTAR PUSTAKA
http://dendy-prasetio.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-penyebab-keberagaman-di.html
http://sayyidanchiam.blogspot.com/2012/10/makalah-keanekaragaman-bangsa-indonesia.html
http://suyitno56596596.blogspot.com/2012/10/keragaman-sosial-budaya-masyarakat_23.html
http://adamtokkk.wordpress.com/2013/01/15/manusiakeragamandan-kesederajatan/

Selasa, 02 April 2013

NAMA : EVI OCTAVIANI
NPM : 32111535
KELAS : 2DB14
TUGAS : PANCASILA
DOSEN : PAK EMILIANSAH BANOWO
                                                                             

                                                            BAB 1
                     HAK DAN KEWAJIBAN DALAM MEMELUK AGAMA :
DI TUGAS SOFTSKILL INI SAYA AKAN MENYAMPAIKAN PASAL 29 AYAT  1 YANG MENCANGKUP TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN DALAM BERAGAMA :

PENDAHULUAN :
Dalam kehidupan bernegara dan berbangsa setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiaban dalam memeluk agama yang tertuang dalam pasal 29.dalam UUD 1945 yang merupakan dasar Negara yang diharapkan menjamin perjalanan kehidupan bangsa beserta warganya, tentunya dalam suatu sistem ketata-negaraan mutlak hukumnya adanya suatu perundang-undangan atau peraturan yang mana fungsi utama dari kesemuanya itu adalah guna mengatur dan mengendalikan arah suatu sistem negara agar tidak melenceng dari jalurnya. tentunya dalam seluruh aspek kehidupan bernegara, berbangsa,beragama, dan bermasyarakat di satu tanah air yaitu indonesia. suatu negara yang demokrasi dan berlandaskan hukum ini tidak melarang adanya suatu kepercayaan yang di anut oleh warga negaranya sendiri, dan tentunya harus dilindungi dengan suatu perundang-undangan yang jelas, tegas yang mana menjamin keamanan dalam menjalankan kehidupan beragama dalam suatu negara yang bersifat non religius.dalam hal ini Negara khatulistiwa atau Indonesia ini memiliki suatu perundang-undangan yang mengatur urusan tentang kehidupan beragama yakni terdapat pada pasal 29 ayat 1 dan 2, pembahasan pada makalah ini adalah seputar menganalisa seberapa jauh relevansi antara ayat 1 dan 2 pada pasal 29 dalam sistem perundang-undang NKRI ini.dan Sebagai makhluk sosial manusia tentunya harus hidup sebuah masyarakat yang kompleks akan nilai karena terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Untuk menjaga persatuan antar umat beragama maka diperlukan sikap toleransi.dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap memiliki arti perbuatan dsb yang berdasarkan pada pendirian, dan atau keyakinan sedangkan toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar,membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda


                                                                         BAB II
                                                              PERMASALAHAN :

Pada dasarnya tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama nya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Karena itu ditegaskan semua agama memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang, termasuk pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara bebas. Yang lain tidak perlu dipaksa pindah agama sebagaimana realita yang kita lihat selama ini. Setiap orang memiliki hak dasar memeluk agama, yang berarti kebebasan dan kewenangan seseorang untuk menganut suatu agama yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-kafirun 109:6 yang berbunyi “Lakum dinukum wa liya din” yang artinya : Untuk kalian agama kalian dan untukku lah agamaku. Qur’an surat Al-Baqarah 2:256 yang berbunyi “La ikraha fi al din” yang artinya : Tidak ada paksaan dalam agama”. Sedangkan orang yang lain memiliki kewajiban untuk mengakui kewenangan orang tersebut. Banyak kelompok menolak kemajemukan dalam beragama, mereka adalah orang-orang yang biasanya beranggapan bahwasannya agama merekalah yang paling otentik bersal dari tuhan. Sementara agama lain di anggap sebagai kontruksi manusia, mungkin saja berasal dari tuhan tapi telah mengalami perombakan dan pemalsuan oleh umat nya sendiri Seluruh agama mengajarkan agar umatnya menyembah tuhan. Hanya saja sebagaimana lazimnya setiap agama atau kepercayaan selalu memiliki konsepsi-konsepsi atau rumusan-rumusan tentang tuhan yang kemungkinan berbeda antara satu umat dengan umat yang lain. Jadi suatu kemajemukan merupakan suatu hal yang seharusnya dapat dimengerti oleh suatu negara. Sehingga dinegara ini terciptanya sutu tatanan yang kondusif. Tanpa ada suatu hal apapun yang menjadi bumerang. Setiap manusia mempunyai hak masing- masing, apalagi masalah beragama. Contoh, yang tidak pernah selesai ada permasalahan dalam beragama. Yang seharusnya masalah ini tidak harus diperdebatkan, karena setiap individu pasti memiliki naluri ketuhanan yang tidak boleh kita paksakan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa; didunia ini banyak sekali agama- agama. Jadi jelaslah bagi kita agama tidak mungkin tunggal. Dan apabila seseorang beranggapan bahwa hanya satu agamalah yang patut ada dimuka bumi ini, itu adalah hal yang sangat mustahil sekali. Setiap agama memiliki jalan sendiri- sendiri, jalan- jalan menuju tuhannya beragam, banyak , dan tak tunggal. Semuanya bergerak menuju tujuan yang satu ,yaitu Tuhan. Tuhan yang satu yang tidak mungkin dipahami . Secara tunggal oleh seluruh umat beragama kehendaki. Maka kita harus memiliki sikap toleransi dan sikap tenggang rasa yang tinggi untuk menghargai dan menghormati setiap individu yang memiliki agama yang berbeda dengan individu yang lain. Dengan begitu terciptanya sikap saling mengakui dan saling mempercayai tanpa ada kekawatiran untuk dikonversikan kedalam agama tertentu baik secara halus maupun terang- terangan. Para aktivis LSM kerap kali terlibat dalam aksi bersama untuk melakukan kritik terhadap intervrensi negara pada dominan agama yang memang bukan wilayahnya hingga aksi mengadvokasi korban kekerasan atas nama agama, korban di deskriminasi etnik dan korban pelanggaran HAM dan demokrasi. The Wahid Institute melakukan advokasi, kepada kelompok Ahmadiyah yang belakangan mengalami kekerasan , serta hal-hal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, Hak Asasi Manusia (HAM), dan nilai-nilai demokrasi. Di samping itu, bersama Crisis Center GKI ( Gereja Kristen Indonesia ), The Wahid Institute juga menyelenggarakan workshop untuk kalangan pendeta dan calon pendeta. Workshop yang berlangsung sebanyak sembilan kali pertemuan dan live in di pesantren selama tiga hari itu bukan hanya membicarakan penegakan HAM , keadilan dan kesetaraan gender, pluralisme agama, dan demokratisasi di Indonesia. Memperhatikan fakta-fakta di atas, dialog agama tidak hanya bertumpu pada pemecahan problem keberagamaan , melainkan juga diarahkan pada bagaimana agar dialog tersebut memberi kontribusi signifikan bagi proses demokratisasi. Untuk tujuan itu, para aktivis dialog agama kerap melakukan formulasi ulang terhadap pandangan-pandangan normatif agamanya menyangkut hakikat manusia ,martabat manusia, kesetaraan semua manusia dan solidaritas sejati antara sesama umat manusia .Telah lama di sadari, dialog adalah langkah terwujudnya kehidupan demokratis. Dialog melatih untuk membangun sikap saling memberi dan menerima (take and give), tenggang rasa, saling mendengar, dan empati kepada orang lain. Dari sini, dialog di harapakan dapat merumuskan langkah demokratis dengan mengindentifikasi terlebih dulu sejumlah tantangan yang di hadapi masyarakat. Sebab, tantangan yang di hadapi salah satu agama merupakan tantangan yang dihadapi agama yang lain pula. Problem yang di hadapi agama, hakikat nya adalah problem yang di hadapi seluruh manusia.
II. Fakta-fakta Ketidakbebasan Beragama dan Berkeyakinan
Sejarah kehidupan bangsa Indoneisa mencatat bahwa Fenomena diskriminasi dan kekerasan bukan hanya terjadi di dalam lingkup kehidupan agama. Akan tetapi di dalam lingkup kehidupan ekonomi yang berkelindan dengan masalah-masalah ras dan golongan. Diskriminasi dan kekerasan di masa lalu, khususnya di kota-kota besar, lebih didominasi oleh kecemburuan masyarakat terhadap etnis Tionghoa. Dalam kasus Sampit, yang menonjol adalah kecemburuan masyarakat setempat terhadap etnis Madura. Pada masa lalu, di Aceh dan beberapa daerah lain, kecemburuan ditujukan kepada orang Jawa, terutama karena “orang Jawa” dianggap menguasai asset dan akses politik dan ekonomi melalui fasilitas negara.  Namun sekarang ini, persoalan semakin bergeser ke ranah kehidupan agama dan keyakinan.
Namun, masalah kebebasan beragama dan keyakinan, sesungguhnya telah muncul juga pada masa Orde Lama, Orde baru. Hanya pada periode reformasi ini, masalah kebebasan beragama itu semakin meningkat intensitas maupun akselerasinya.
Di masa Orde Lama (1945-19660, pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden (Penpres) RI No. 1 tahun 1965 yang menyatakan : “ agama yang dipeluk penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu”. Penetapan ini bersifat menjelaskan, tidak membatasi. Hal ini dikemukakan dalam penjelasan Penpres tersebut : “ ini tidak berarti bahwa agama-agama lain seperti Yahudi, Zaratustranian, Shinto, Taoisme, dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD’45, dan mereka dibiarkan adanya” Kata seperti artinya bahwa penyebutan beberapa kepercayaan itu sekedar contoh. Ada banyak agama dan kepercayaan lain yang berkembang dan diakui di Indonesia, seperti Kaharingan pada masyarakat Dayak (Kalteng), Pangestu pada masyarakat Jawa, atau Parmalim (Sumut), Wiwitan (Baduy-Banten). Semua agama dan kepercayaan itu dibiarkan adanya, meskipun tidak terlalu diakui eksistensinya (lihat Gaus AF, 2008).
Pada masa Orde Baru, pembatasan dilakukan terhadap agama Konghucu (yang pada masa Orde Lama justru diakui). Alasannya lebih bersifat politis, yaitu dugaan adanya keterlibatan Republik Rakyat Tiongkok pada peristiwa 1965. Sehingga melalui Instruksi Presiden No.14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, seluruh aktivitas peribadatan Konghucu, termasuk perayaan Imlek, dilarang (ibid.)
Pada masa Orde Baru, agama resmi-yang diakui oleh negara hanya lima agama tersebut di atas. Agama-agama lokal diharuskan untuk bergabung dengan agama-agama yang mirip dengan agama atau kepercayaan lokal itu. Misalnya orang-orang yang memeluk agama Kaharingan harus masuk  agama Hindu, meskipun sebenarnya kedua ajaran agama itu berbeda. Bagi mereka yang beragama Konghucu, dipaksa untuk pindah agama, menjadi Katolik atau Budha.
Berbagai proses untuk meniadakan eksistensi agama atau kepercayaan lokal dilakukan, antara lain  melalui pembuatan kartu identitas diri, seperti pembuatan KSK atau KTP. Di dalam formulir yang harus diisi, hanya ada lima agama yang disebutkan, sehingga mereka yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda terpaksa harus menuliskan salah satu dari lima agama yang diakui oleh negara. Untuk sebagian proses-proses itu masih berlangsung sampai sekarang.
Di masa reformasi sekarang ini, di mana kebebasan umum semakin terjamin, kebebasan beragama, terutama dari sisi keamanan para pemeluknya, justru mengalami  kemunduran.
Jika di masa Orde Lama dan Orde Baru, pembatasan atas kebebasan beragama dilakukan oleh negara, sekarang pembatasan itu sebagian besar justru dilakukan oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Oleh karena itu, di jaman kebebasan ini, kelompok-kelompok minoritas, khususnya kelompok minoritas agama dan kepercayaan justru mengalami ketidakbebasan. 
Kasus-kasus itu bergerak dan terus semakin membesar. Mulai kasus Komunitas Eden (Lia Eden), kasus Al-Qiyadah (Ahmad Mushadeeq), kasus penyerbuaan kantor Jaringan Islam Liberal, kantor Fahmina Institute di Cirebon, penyerbuan kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), hingga kasus Penyerbuan, penganiayaan, bahkan pembunuhan terhadap para pengikut Ahmadiyah. Kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah merupakan kasus paling besar dan nampaknya berjangka panjang, dengan puncaknya di Cikeusik, Banten. Di luar itu, kita menyaksikan penyerbuan Pesantren Syiah di Bangil-Pasuruan, Jawa Timur.


                                            



                                                                      BAB III
                                                                    PENUTUP

          "Tidak ada alasan apa pun bagi agama untuk menghakimi agama lain terkait perizinan”. Justru dalam hal ini agama lain memberikan saran dan masukan melalui forum antaragama yang ada. Aparat negara juga menjadi bagian penting untuk mencegah terjadinya benturan dan melindungi korban kekerasan. Sekali kekerasan terjadi seharusnya ada tindakan hukum sesuai prosedur yang berlaku. Kekhawatiran agama tertentu terhadap proses agamisasi dari agama lain di dalam masyarakat bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik.
            Jadi sudah selayaknya kita saling menghargai dan menghormati antar umat beragam. Janganlah ini dijadikan sebagai sumber konflik dalam beragama. Dan pemerintah juga harus memberikan penyelesaian atau respon yang baik terhadap konflik yang ada. Agar setiap agama dapat menjalankan ibadahnya dengan baik tanpa ada rasa takut atau intimidasi dari pihak lain yang nantinya dapat menggangu jalannya ibadah.
            Tinggal bagaimana kita dapat melaksanakan apa yang telah diatur oleh pemerintah. Dalam proses pendirian rumah ibadah pun telah diatur ketentuan-ketentuannya. Mulai dari perizinan lokasi nya sampai pembangunannya. Adalah hak kita untuk berkumpul dan berserikat, gunakanlah hak anda sebaik-baik mungkin.







                                                            DAFTAR PUSTAKA

      Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri
Nomor : 9 Tahun 2006 &Nomor : 8 Tahun 2006 Tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat”.