Nama : evi octaviani
Kelas : 2db14
Npm : 32111535
bab 1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG :
Kemiskinan adalah sebuah topik yang dibicarakan
hampir diseluruh dunia.kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian , tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Pembangunan di Indonesia saat ini telah membawa
banyak perubahan dalam berbagai aspek di masyarakat, baik pada kawasan pedesaan
maupun perkotaan. Perubahan tersebut membawa dampak tidak hanya terhadap
lingkungan fisik, tapi juga sistem nilai dalam tatanan kehidupan sosial
bermasyarakat. Namun sayangnya perubahan yang diciptakan oleh pembangunan
membawa dampak yang menyertainya sangat mengerikan dan kompleks, karena
ternyata telah melahirkan keterbelakangan dan kemiskinan dalam masyarakat.
Identifikasi masalah
Kemiskinan di indonesia, dampak dari
kemiskinan dan upaya pengetasan kemiskinan.
Masalah ini diankat dengan asumsi bahwa nyatanya
d zaman globalisasi seprti sekarang ini, kemiskinan di indonesia semakin banyak
saja seperti tak kunjung usai. Masalah ini menimbulkan masalah-masalah baru
seperti pengangguran, dan kekerasan yang belakangan ini sering terjadi di
indonesia dan akhirnya pembangunan ekonomi tidak berjalan lancar.
Alat analisa
Pembangunan merupakan proses
yang berkesinambungan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi,
politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga
bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan
amatlah strategis.
John C. Bock, dalam Education and Development: A
Conflict Meaning (1992),:
·
memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai
sosio-kultural bangsa.
·
mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi
kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan
·
untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran
yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran artikel ini
disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang lain
merupakan fungsi ekonomi.
Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam
pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi
pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan: Paradigma
Fungsional dan paradigma Sosialisasi. Paradigma fungsional melihat bahwa
keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup
penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut
pengalaman masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan
merupakan lembaga utama mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan
keahlian, dan menanamkan sikap modern para individu yang diperlukan dalam
proses pembangunan. Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat
antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan.
Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human lnvestmen, yang menyatakan
bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic rate
of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi dalam bidang
fisik.
Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma Sosialisasi melihat peranan pendidikan dalam pembangunan adalah: a) mengembangkan kompetensi individu, b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan c) secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma Sosialisasi melihat peranan pendidikan dalam pembangunan adalah: a) mengembangkan kompetensi individu, b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan c) secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk
keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai suatu
rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan
suatu kondisi dimana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak
kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.
Konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa :
·
Ketidak mampuan untuk mengerahkan tabungan yang
cukup.
·
Kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan
penanaman modal
·
Tingkat pendidikan masih rendah, merupakan tiga
faktor utama yang menghambat
BAB
II
PEMBAHASAN
Kemiskinan di Indonesia dan Jalan Keluarnya
Di tengah-tengah terus mengalirnya berbagai berita
tentang buntut yang panjang dari kasus BLBI, yang menyebabkan dirugikannya
rakyat sampai ratusan triliun Rupiah dan persidangan di pengadilan tentang dana
Yayasan Supersemar, maka berita tentang parahnya kemiskinan yang menimpa
penduduk di banyak daerah di Indonesia merupakan peringatan keras kepada kita
semua bahwa negara dan bangsa kita dewasa ini memang sedang menghadapi situasi
yang memerlukan perbaikan atau perubahan secara besar-besaran. Kasus suapan 6
miliar Rupiah kepada jaksa Urip dan orang-orang lainnya dari Kejaksaan Agung
oleh Artalyta Suryani (orang dekat Syamsul Nursalim) menunjukkan hanya sebagian
kecil sekali dari banyaknya pejabat penting negara dan « tokoh-tokoh » utama
masyarakat Indonesia yang sudah tumbang imannya atau bejat moralnya.
Keruntuhan iman atau pembusukan moral ini tercermin
dalam banyaknya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk menumpuk kekayaan
dengan cara-cara haram, atas kerugian negara dan rakyat. Contoh-contohnya dapat
selalu kita baca dalam pers Indonesia, yang sebagian di antaranya juga sering
disiarkan dalam website http://kontak.club.fr/index.htm dalam rubrik « Korupsi
memalukan Islam dan bangsa ».
Kalau kita baca berita-berita soal korupsi di kalangan
« atasan », yang jumlahnya sering bisa sampai bermiliar-miliar Rupiah, dan
kemudian kita banding-bandingkan dengan berita tentang banyaknya orang miskin
dan anak-anak balita yang kurang gizi dan busung lapar, maka bisa mengertilah
kita bahwa ada orang-orang yang sudah keterlaluan marahnya sehingga sampai
mengatakan bahwa negara kita memerlukan revolusi sosial. Memang, adalah hal
yang benar atau hal yang sah (artinya, baik sekali !) bahwa hati dan fikiran
banyak orang « brontak » terhadap situasi yang membikin puluhan juta -- bahkan
mungkin lebih dari seratus juta -- penduduk Indonesia menderita kesengsaraan yang
parah dan berkepanjangan terus.
Berikut di bawah ini disajikan beberapa kutipan pers
dan juga tulisan yang bisa dijadikan bahan untuk renungan kita bersama tentang
kemiskinan yang parah di kalangan rakyat kita. Apa yang diungkapkan di sini
dimaksudkan sekadar sebagai dorongan kepada kita semuanya untuk bersama-sama
ikut memikirkan tentang sebab-sebab kemiskinan ini dan kemungkinan-kemungkinan
untuk mencari jalan mengatasinya.
Di Banten, Jatim, Sulsel dan Jateng
Menurut harian Sinar Harapan (25 Maret
2008) : » Jumlah penduduk miskin di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun sebagai akibat dari kondisi perekonomian yang tidak stabil. Kenaikan
harga-harga akhir-akhir ini termasuk sembako dikhawatirkan akan semakin
meningkatkan angka kemiskinan. Fakta tersebut dirangkum Sinar Harapan dari
beberapa daerah termasuk Banten, Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi
Selatan), dan Cilacap (Jawa Tengah).
“Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat jumlah kemiskinan mengalami kenaikan. Jika tahun 2006 tercatat 786.700 keluarga miskin, tetapi pada awal tahun 2008 menjadi 886.000 keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu anak, maka jumlah orang miskin di Banten mencapai 2.685.000 orang, dari 9,5 juta penduduk Banten. Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengakui terdapat 11.244 bayi di bawah umur lima tahun (balita) yang menderita gizi buruk, di antaranya 15 balita meninggal.
“Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat jumlah kemiskinan mengalami kenaikan. Jika tahun 2006 tercatat 786.700 keluarga miskin, tetapi pada awal tahun 2008 menjadi 886.000 keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu anak, maka jumlah orang miskin di Banten mencapai 2.685.000 orang, dari 9,5 juta penduduk Banten. Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengakui terdapat 11.244 bayi di bawah umur lima tahun (balita) yang menderita gizi buruk, di antaranya 15 balita meninggal.
“Di Jawa Timur, dari sekitar 38 juta jiwa penduduknya,
7,1 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ini dipicu
oleh jaminan kehidupan yang sangat rendah, mulai dari pendapatan rendah,
pendidikan rendah, jumlah tanggungan banyak, atau karena musibah. Fakta lain
bisa dilihat dari angka balita gizi buruk yang cukup tinggi. Pada Januari 2008,
di Surabaya tercatat pasien gizi buruk sebelas anak dan balita. Pada Februari
2008, sembilan pasien gizi buruk dirawat. Hingga pertengahan Maret lalu, sudah
delapan pasien dirawat karena kasus yang sama. Data gizi buruk tersebut hanya
yang tercatat di RS Dr Soewandie Surabaya, belum termasuk di RS lainnya.
Jumlah warga miskin makin bertambah
“Dari data Dinkes Surabaya, pada tahun 2006,
prevalensi balita gizi kurang sebesar 8,32 persen dan pada 2007 turun menjadi
6,86 persen. Tahun 2006 sebesar 2,09 persen, dan tahun 2007 menjadi 1,96
persen. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dr Esti Martiana mengatakan
tingginya kasus gizi buruk karena perilaku hidup sehat masyarakat yang memang
rendah, ditunjang dengan rendahnya daya beli. Semburan lumpur Sidoarjo yang
telah berlangsung hampir dua tahun ini memiliki kontribusi munculnya kemiskinan
baru. Ribuan warga kehilangan pekerjaan. Demikian juga bencana banjir yang
melanda lebih dari 15 daerah di Jatim semakin menambah keterpurukan petani,
apalagi harga kebutuhan pokok semakin melambung.
”Di Kota Makassar, jumlah warga miskin sekitar 350.780
jiwa (70.156 keluarga) atau sekitar 30 persen dari total penduduk 1,2 juta jiwa
lebih. Sementara itu tahun 2005 jumlahnya masih sekitar 60.000 keluarga yang
tersebar di 14 kecamatan. Berdasarkan data sensus daerah (Susda) Provinsi
Sulsel dua tahun lalu, jumlah penduduk miskin masih 201.487 juta keluarga
(sekitar 820.000 jiwa) atau sekitar 10,85 persen dari sekitar 8 juta jiwa
penduduk di daerah ini. Jumlah tersebut terus berkembang hingga saat ini. Dinas
Ketahanan Pangan (DKP) Sulsel mencatat, dari 23 kabupaten/kota di Sulsel, masih
terdapat tujuh kabupaten dalam kondisi rawan pangan, diantaranya Kota Makassar,
Kabuaten Jeneponto, Takalar, dan Selayar.
“Begitu pula di Cilacap, Jawa Tengah, 635.000 jiwa
atau sekitar 163.000 keluarga berstatus warga miskin. Hal itu disampaikan
secara resmi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada pekan
lalu. Jumlah warga miskin tersebut merupakan 37 persen dari jumlah total
penduduk Cilacap yang mencapai 1,7 juta jiwa. Sementara itu, berdasarkan jatah
beras untuk warga miskin (raskin) di wilayah Bulog Subdivisi Regional IV
Banyumas, di Cilacap yang mendapat bantuan raskin sekitar 170.000 keluarga, di
Banyumas 173.479 keluarga, Kabupaten Purbalingga 105.690 keluarga dan
Banjarnegara 112.979 keluarga. (Kutipan dari Sinar Harapan, 25 Maret 2008,
disingkat)
Bisa makin bertambah parah lagi
Apa yang tercantum di atas adalah baru satu berita
dari satu koran pada satu hari saja, tetapi toh sudah cukup kiranya bagi
seseorang untuk membayangkan betapa besarnya kemiskinan yang juga melanda
berbagai daerah lainnya di negeri kita, umpamanya di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi Tengah, Maluku, Indonesia Timur, Nusa Tenggara, termasuk di pulau
Jawa. Penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh kemiskinan yang luas ini
sekarang makin bertambah lagi, dengan adanya kenaikan yang tinggi sekali
harga-harga pangan (beras, jagung, kedelai, cabe, daging sapi, ayam, minyak
goreng dll) dan bahan bakar. Kenaikan harga pangan ini masih akan bisa lebih
parah lagi kalau krisis pangan di skala internasional sudah mulai juga memasuki
negeri kita. Maka, betul-betul cilakalah sebagian besar rakyat Indonesia !!!
Adalah sangat menarik untuk diperhatikan bersama bahwa
soal krisis pangan ini rupanya mendorong presiden SBY mengirim surat kepada
Sekjen PBB , Ban Ki Moon, karena harga-harga pangan di skala internasional
sudah melambung tinggi dengan kenaikan 40 %. Ini masih ditambah gejolak
keuangan global yang sampai sekarang belum rampung dan kita belum tahu tentang
kerusakan atau dampak yang terjadi. Pernyataan presiden SBY ini dikuatkan oleh
pernyataan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom, yang mengatakan
bahwa harga komoditas pangan dunia saat ini mencapai puncak tertinggi. (Sinar
Harapan, 27 Maret 2008)
Kalau harga-harga makin memuncak dan krisis pangan
mulai menyerang, maka akan makin banyak jugalah anak-anak balita yang mengalami
gizi buruk atau busung lapar. Artinya, kalau menurut Kepala Pusat Ketersediaan
dan Kerawanan Pangan Departemen Pertanian (Deptan) RI Tjuk Eko Hari Basuki, 27
persen bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia mengalami gizi buruk,
maka angka 27 persen itu akan bertambah, entah dengan berapa persen. "Gizi
buruk itu tidak terjadi mendadak, tapi sudah lama. Hasilnya, kami memberikan
Rp25 juta kepada setiap dari 300 kabupaten/kota yang tergolong miskin. Di Jatim
sendiri tercatat delapan daerah miskin, terutama di Madura dan kawasan `tapal
kuda`," katanya, menurut berita Antara 13 Maret 2008.
Anak-anak balita yang kurang gizi
Para pembaca yang budiman, mohon direnungkan
dalam-dalam isi beberapa berita tersebut di atas. Mengapa di negeri kita, yang
terkenal sebagai negeri yang kaya dengan sumber alam dan beraneka-ragam
tumbuh-tumbuhan, dan sebagian besar tanahnya juga subur, bisa menghadapi
kemiskinan yang demikian parah ? Siapakah yang salah, dan apanya sajakah yang
salah ? Atau, siapa yang harus bertanggungjawab atas keadaan yang sudah
membikin kesengsaraan puluhan juta, bahkan ratusan juta penduduk ini ? Dan
lagi, mohon juga ikut difikirkan akibat yang menyedihkan bagi generasi kita
yang akan datang, kalau 27 persen dari anak-anak balita di seluruh Indonesia
menderia kurang gizi dan busung lapar. Karena, anak-anak balita yang kurang
gizi ini akan kurang normal pertumbuhannya, sehingga akan merusak mutu generasi
kita di kemudian hari.
Untuk menambah gambaran lainnya tentang akibat
kemiskinan yang meluas di Indonesia adalah angka-angka yang juga cukup
“mengerikan” yang bersumber dari UNICEF dan disiarkan oleh harian Kompas (28
Maret 2008). Di situ dijelaskan bahwa 69 juta orang di Indonesia tidak memiliki
akses terhadap sanitasi dasar dan 55 juta orang di Indonesia tidak memiliki
akses terhadap sumber air yang aman. Menurut sumber tersebut, keadaan yang
demikian ini menyebabkan setiap tahun 100.000 anak berusia dibawah 3 tahun di
Indonesia meninggal karena penyakit diare. Ditambahkan juga bahwa setiap harinya
ada sekitar 5.000 anak dibawah umur 5 tahun yang meninggal karena diare itu.
Kiranya, jelaslah bahwa sebagian besar
kemiskinan yang begitu parah di berbagai daerah negeri kita ini sama sekali
bukanlah kesalahan puluhan juta penduduk itu sendiri. Dan, jelaslah juga bahwa
27% dari anak-anak balita di seluruh Indonesia yang kurang gizi atau busung
lapar adalah bukan pula dosa anak-anak itu atau orang tua mereka masing-masing.
Dan kiranya perlu pula diyakini oleh kita semua bahwa kemiskinan yang menimpa
begitu banyak orang itu sama sekali bukanlah kehendak Tuhan atau takdir
semata-mata. Atau, juga sama sekali bukanlah hukuman Tuhan atau cobaan terhadap
jutaan manusia yang tidak bersalah apa-apa. Artinya, kemiskinan yang luas itu
bukanlah « nasib » semata-mata, yang harus diterima dengan sabar dan tawakal
saja. Kemiskinan itu adalah akibat perbuatan manusia-manusia juga, yang juga
bisa dirubah atau dilawan bersama-sama.
Sebab, walaupun banjir sering melanda berbagai daerah, atau gempa menggoncang banyak tempat, atau bahaya kekeringan menimpa banyak lahan, atau lumpur Lapindo sudah menenggelamkan banyak rumah penduduk, namun penderitaan banyak orang bisa ditanggulangi, dan kemiskinan bisa juga dikurangi, asal saja ada pengelolaan negara yang beres. Negara dan pemerintahan ini adalah bikinan manusia. Negara dan pemerintahan bisa baik, kalau dikelola oleh orang-orang yang baik dan dengan sistem yang baik pula. Dan orang-orang beserta sistem inilah merupakan unsur utama dari suatu kekuasaan politik.
Sebab, walaupun banjir sering melanda berbagai daerah, atau gempa menggoncang banyak tempat, atau bahaya kekeringan menimpa banyak lahan, atau lumpur Lapindo sudah menenggelamkan banyak rumah penduduk, namun penderitaan banyak orang bisa ditanggulangi, dan kemiskinan bisa juga dikurangi, asal saja ada pengelolaan negara yang beres. Negara dan pemerintahan ini adalah bikinan manusia. Negara dan pemerintahan bisa baik, kalau dikelola oleh orang-orang yang baik dan dengan sistem yang baik pula. Dan orang-orang beserta sistem inilah merupakan unsur utama dari suatu kekuasaan politik.
Kemiskinan yang meluas adalah
produk kekuasaan politik
Kemiskinan yang sekarang ini melanda Indonesia secara
luas, pengangguran yang membengkak sampai puluhan juta orang, anak-anak balita
yang kurang gizi yang begitu banyak (27% dari seluruh balita di Indonesia),
korupsi yang terus merajalela, kerusakan moral dan kebejatan iman yang telah
membusukkan kehidupan « elite » bangsa, kasus BLBI yang berbuntut panyang,
kasus KKN-nya Suharto beserta anak-anaknya, bobroknya sistem hukum dan
peradilan, berbagai pelanggaran HAM, adalah semuanya produk satu kekuasaan
politik. Yaitu produk kekuasaan politik yang mula-mula dibangun oleh Suharto
dengan Orde Barunya, dan diteruskan oleh berbagai pemerintahan, sampai
pemerintahan SBY-JK yang sekarang ini.
Dengan naiknya harga-harga yang makin menyulitkan
kehidupan sehari-hari bagi rakyat, maka banyak golongan dalam masyarakat
akhir-akhir ini menggelar berbagai kegiatan atau aksi-aksi di banyak daerah,
untuk memanifestasikan kemarahan mereka dan aspirasi mereka akan adanya
perubahan untuk perbaikan hidup mereka. Banyaknya aksi-aksi dan
beraneka-ragamnya tuntutan yang mereka lancarkan adalah tanda yang penting (dan
menggembirakan sekali) yang menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat berani
bangkit dan mengeluarkan suara-suara mereka, untuk mengkritik penyelenggaraan
pemerintahan yang tidak beres, untuk menghujat korupsi dan penyelewengan
kekuasaan, dan untuk melawan segala ketidakadilan.
Banyaknya aksi-aksi atau beraneka-ragamnya kegiatan
yang dilakukan oleh berbagai golongan ini (antara lain : pemuda, mahasiswa,
buruh, tani, pegawai negeri, perempuan, pedagang kecil, korban Lapindo, korban
gempa dan banjir, pekerja perkebunan) juga menunjukkan makin bertambahnya
kesadaran banyak orang untuk berorganisasi dan melakukan kegiatan atau perjuangan
secara kolektif dan terkoordinasi. Walaupun sebagian dari aksi-aksi ini untuk
sementara masih berjalan sendiri-sendiri atau terpencar-pencar, namun tetap
merupakan bagian dari perkembangan yang penting. Sebab, perkembangan perjuangan
berbagai golongan ini akhirnya akan melahirkan kekuatan-kekuatan baru dan
pemimpin-pemimpin baru, setelah melalui “seleksi” jangka panjang oleh rakyat
yang mendambakan demokrasi dan keadilan. Dalam situasi yang begini ini, peran
kaum muda dari berbagai kalangan adalah sangat penting, sebagai bagian dari
agen-agen perubahan.
Sekali lagi, patut diulangi, bahwa bangkitnya berbagai
kalangan atau golongan masyarakat melalui aksi-aksi atau kegiatan yang
beraneka-ragam adalah maha-penting untuk perjuangan memperbaiki kehidupan
sehari-hari dan melawan politik pemerintah yang merugikan kepentingan rakyat.
Bangkitnya berbagai golongan melalui aksi-aksi yang terkoordinasi juga akan
merupakan sumbangan penting kepada usaha untuk mengadakan perubahan-perubahan
besar, termasuk perubahan dalam kekuasaan politik. Karena, makin jelaslah sudah
sekarang ini, bahwa banyak lembaga negara dan pemerintahan (umpamanya DPR)
makin kehilangan kepercayaan rakyat. Karena itu, maka aksi-aksi atau kegiatan
extra-parlementer akan memegang peran yang makin penting dan utama dalam
mengusahakan adanya perubahan-perubahan yang besar dan mendasar.
Mengikuti jejak Amerika Latin
Perlulah kiranya diulangi, untuk kesekian kalinya,
bahwa pengalaman di banyak negeri Amerika Latin (terutama Venezuela dan
Bolivia) menunjukkan betapa pentingnya berbagai aksi-aksi massa luas sebagai
sumbangan -- yang menentukan! -- kepada berhasilnya perjuangan parlementer
untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan kaum reaksioner. Akan
datanglah saatnya nanti, bagi kekuatan demokratis di Indonesia, untuk mengikuti
jejak serta pengalaman negeri-negeri Amerika Latin, tetapi dengan menemukan
cara dan jalannya sendiri, yang sesuai dengan kondisi kongkrit negeri kita.
Jadi, singkatnya, kemiskinan, pengangguran, anak
balita yang kurang gizi, dibarengi dengan korupsi dan kebobrokan moral yang
bisa kita saksikan bersama-sama dengan jelas dewasa ini adalah semuanya
merupakan “penyakit kronis’ yang ditimbulkan oleh kekuasaan politik yang tidak
mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Kekuasaan politik ini (yang didominasi
oleh Golkar serta para simpatisan Orde Baru) namanya yang sekarang adalah
pemerintahan SBY-JK.
Dan, sudah bisalah kita ramalkan, bahwa berbagai
“penyakit kronis” yang demikian parah itu tidak akan bisa diberantas dengan
adanya pemerintahan baru yang dihasilkan Pemilu tahun 2009. Sebab, sudah jelas
bahwa Pemilu 2009 tidak akan melahirkan kekuasaan politik yang pro-rakyat, yang
anti-dominasi ekonomi asing, dan yang tegas-tegas berorientasi masyarakat adil
dan makmur, seperti yang dicita-citakan sejak lama oleh rakyat bersama Bung
Karno.
BAB III
PENUTUP
Masalah kemiskinan di
manapun adalah masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan. Berikut ada 16
cara yang dapat dilakukan untuk mengentasakan kemiskinan tersebut yaitu:
1) Hapuskan larangan impor beras.
2) Lakukan investasi di bidang pendidikan dengan fokus pada perbaikan akses
dan keterjangkauan sekolah menengah serta pelatihan ketrampilan bagi masyarakat
miskin, sambil terus meningkatkan mutu dan efisiensi sekolah dasar.
3) Lakukan investasi di bidang kesehatan dengan fokus pada perbaikan mutu
layanan kesehatan dasar (oleh pemerintah dan swasta) dan akses yang lebih baik
ke layanan kesehatan.
4) Suatu upaya khusus diperlukan untuk menangani angka kematian ibu yang
sangat tinggi di Indonesia.
5) Perbaiki mutu air bagi masyarakat miskin dengan menggunakan strategi
berbeda antara daerah pedesaan dengan perkotaan.
6) Tangani krisis sanitasi yang dihadapi Indonesia dan masyarakat miskinnya.
7) Luncurkan program berskala besar untuk melakukan investasi pembangunan jalan desa.
8) Perluas (sampai tingkat nasional) pendekatan pembangunan berbasis
masyarakat (CDD) Indonesia yang sukses.
9) Pengembangan secara utuh sistem jaminan sosial komprehensif yang mampu
menangani risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dan hampir
miskin.
10) Revitalisasi pertanian melalui investasi di bidang infrastruktur dan
membangun kembali riset dan penyuluhan.
11) Memperlancar sertifikasi tanah dan memanfaatkan kembali tanah gundul dan
tidak subur untuk penggunaan yang produktif.
12) Membuat peraturan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel.
13) Perluas jangkauan layanan keuangan bagi masyarakat miskin dan tingkatkan
akses usaha mikro dan kecil ke pinjaman komersial.
14) Perbaiki fokus kepada kemiskinan dalam perencanaan dan penganggaran di
tingkat nasional untuk penyediaan layanan.
15) Jalankan program pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan.
16) Perkuat monitoring dan kajian terhadap program
kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, S. 2001. Penataan Ruang dalam
Rangka Mendorong Pengembangan Ekonomi Wilayah. Tangerang: Cipta.
Amar, Syamsul, (2000). Analisis Ekonomi Tentang Kemiskinan Dan
Implikasi Kebijaksanaannya di Pedesaan di Propinsi Sumatera Barat, Unair, Surabaya.